Anak Musang baru terbangun dari tidurnya. Perutnya Keroncongan, menandakan ia lapar. Ia pun segera mencari makanan di dapur. Namun, ia tidak menemukan apa pun disana.
Sementara itu, Ayah Musang sedang duduk diam di samping rumah.
“Ayah, kenapa tak ada makanan? Aku sangat lapar,” rengek Anak Musang setelah menghampiri ayahnya.
“Penduduk di kampung sedang berkeliaran memburu kawanan kita, anakku. Kemarin ada yang melakukan buruan besar-besaran, jadi Ayah tak berani keluar. Ayah takut diburu mereka”, Jawab Ayah Musang.
“Lalu bagaimana, Ayah? Aku sudah sangat lapar, balas Anak Musang.
Ayah Musang pun berpikir. “Bagaimana jika kita memancing di sungai? Itu jauh lebih aman, daripada memburu ayam di perkampungan”.
Anak Musang terlihat malas. Daging ikan tak seenak daging ayam. Belum lagi, ia harus menunggu lama saat memancing. Namun, karena perutnya sudah sangat Iapar, mau tak mau Anak Musang mengikuti ayahnya ke sungai.
Dugaan Anak Musang benar. Mereka sudah menunggu lama di sungai, tapi tidak ada satu pun ikan yang tersangkut di kail. Perut Anak Musang semakin keroncongan.
“Ayah, aku sudah sangat lapar!” seru Anak Musang.
“Bersabarlah, Nak,” ucap Ayah Musang, menenangkan anaknya yang merengek terus.
“Sampai kapan aku harus sabar? Perutku sakit. Kita mencari ayam di kampung penduduk saja, itu jauh lebih cepat. Ayolah,Ayah!” pinta Anak Musang.
Tanpa seizin ayahnya, Anak Musang melesat pergi dari sungai dan menuju perkampungan penduduk.
Sesampainya di perkampungan penduduk, Anak Musang melihat ayam yang sedang berkeliaran bebas. Tanpa membuang waktu, Anak Musang langsung menerkam ayam tersebut.Tapi, tiba-tiba...
Hap!
Olala, Anak Musang terjebak dalam jaring. Rupanya, ayam itu sengaja dijadikan umpan untuk menangkap musang. Sekarang, akibat ketidaksabaran Anak Musang, ia pun tertangkap oleh penduduk.
Karya : Mahmud Yunus