Berikut ini saya akan share sedikit tentang sejarah perjuangan rakyat Indonesia melawan VOC. Postingan ini saya rasa cukup penting bagi kita semua, terutama bagi generasi muda agar dapat meneruskan perjuangan kita dengan cara cinta tanah air, menghargai setiap jasa para pahlawan nusantara serta mengikuti setiap segi-segi positif dari para pahlawan nusantara. Berikut merupakan uraian singkat tentang perjuangan rakyat Indonesia melawan VOC.
Sebelum kita ulas tentang perjuangan rakyat Indonesia melawan VOC, ada baiknya kita pelajari dahulu mengapa dan untuk apa bangsa VOC datang ke nusantara?
(baca materi
Penjajahan VOC atas Indonesia)
Keberadaan VOC di Nusantara sangat mengganggu serta merugikan rakyat pribumi. Oleh sebab itu, rakyat pribumi memberanikan diri untuk melawan VOC. Beberapa perlawanan yang dilakukan rakyat pribumi terhadap VOC antara lain sebgai berikut.
- Perlawanan Sultan Agung Hanyakrakusuma dari Kesultanan Mataram
- Perlawanan Sultan Ageng Tirtayasa dari Kesultanan Banten
- Perlawanan Trunajaya, Putra Bupati Madura
- Perlawanan Sultan Hassanudin dari Makassar
- Perlawanan Untung Surapati dari daerah Banten
Masih banyak lagi pahlawan-pahlawan yang rela berkorban demi mempertahankan daerah Nusantara, seperti :
- Perlawanan Pangeran Mangku Bumi dan Raden Mas Said
- Perlawanan Pangeran Diponegoron
- Perlawanan Cut Nyak Dien, dan lain-lain
Perlawanan Sultan Agung Hanyakrakusuma dari Kesultanan Mataram
Sultan Agung merupakan sultan terbesar Kerajaan Mataram. Ia dikenal sebagai pemimpin yang menentang penjajahan Belanda. Sultan Agung berusaha untuk mengusir VOC dengan cara mengadakan penyerbuan ke Batavia pada tahun 1628 dan 1629
Pada tanggal 21 September tahun 1628. Sultan Agung mengirim pasukannya dibawah pimpinan Tumenggung Baureksa yang dibantu oleh Adipati Ukur dan Temenggung Sura Agul-agul. Serangan tersebut mengalami kegagalan karena persenjataan Belanda lebih modern dan lengkap. Komando pasukan pertama yaitu Tumenggung Baureksa gugur dalam menjalankan tugasnya. Tahun ini juga dilakukan upaya penyerangan dengan cara membendung Sungai Ciliwung dan memberikan racun di sungai itu untuk membunuh pasukan Belanda. Taktik tersebut digunakan oleh pasukan yang dipimpin oleh Tumenggung Sura Agul-Agul, Bupati Mandurejo dan Upasanta, Namun upaya tersebut berhasil digagalkan oleh Belanda.
Pada tahun 1629, Sultan Agung melakukan penyerangan yang kedua. Sultan Agung telah memerintahkan pembangunan lumbung-lumbung beras untuk persiapan bekal perang bagi pasukannya. Sultan Agung menuju Batavia, pasukan Sultan Agung cukup kuat untuk menghadapi VOC. VOC menggunakan taktik yang lain. Lumbung-lumbung padi yang didirikan Sultan Agung dibakar habis oleh VOC. Akhirnya pasukan Sultan Agung dipukul mundur oleh VOC. Sultan Agung mengalami kegagalan. Namun dalam penyerangan yang kedua ini pasukan Mataram berhasil menguasai Benteng Hollandia milik Belanda serta berhasil membunuh Gubernur VOC, JP. Coen.
Perlawanan Sultan Ageng Tirtayasa dari Kesultanan Banten
Sejak abad ke 16 Kesultanan Banten sudah menjadi salah satu pusat perdagangan dunia. Kedatangan VOC pertama kali ke Banten yang dipimpin oleh Cornelius de Houtman mendapat kecurigaan dari rakyat Banten. VOC sering membuat keonaran dan kekerasan terhadap rakyat Banten sehingga sering menimbulkan perselisihan diantara keduanya. Permusuhan ini semakin meningkat pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1682) dan setelah dikuasainya Jayakarta (Batavia) oleh VOC pada 1619.
Perlawanan Sultan Ageng dapat dilumpuhkan setelah VOC dibawah pimpinan Jan Pieterszoon Coen melakukan politik adu domba. Sultan Ageng di adu domba dengan anaknya yang bernama Sultan Haji. Sultan Haji mendapatkan bantuan VOC untuk memaksa ayahnya turun tahta kesultanan. Sebagai imbalannya, Sultan Haji harus menandatangani sebuah perjanjian yang isinya tentang Penyerahan beberapa bagian daerah kekuasaannya kepada VOC.
Sultan Haji mendapatkan bantuan dari pemerintah Benalnda untuk mengalahkan Sultan Ageng Tirtayasa. Dengan bantuan tersebut, pada tahun 1681 Sulatan Haji menyerang Sultan Ageng Tirtayasa. Akhirnya pada tahun 1683 Sultan Ageng Tirtayasa dapat ditangkap dan di bawa ke Batavia ditahan sampai meninggal pada tahun 1692.
Perlawanan Trunajaya, Putra Bupati Madura
Setelah Sultan Agung wafat, Sunan Amangkurat I menggantikan posisinya. Namun, Sunan Amangkurat lebih berpihak kepada VOC sehingga membuat pejabat tidak puas dengan sikap pemimpinnya. Salah satunya adalah Trunajaya, Putra Bupati Madura. Trunajaya melakukan perlawanan pada tahun 1674 dan berhasil merebut Mataram. Sunan Amangkurat I melarikan diri bersama putranya yang bernama Adipati Anom. Tetapi dalam perjalanannya Sunan Amangkurat I meninggal di Tegal Arum.
Kedudukan Sunan Amangkurat digantikan oleh Adipati Anom. Setelah menjadi sultan, Adipati Anom bergelar Amangkurat II. Untuk menghadapi perlawanan Trunajaya, Adipati Anom minta bantuan ke VOC. Berkat bantuan VOC perlawanan Trunajaya dapat dilumpuhkan.
Perlawanan Sultan Hasanuddin dari Kesultanan Makasar
Makassar adalah kesultanan yang terletak di antara jalur pelayaran dari Malaka ke Maluku. Pusat pemerintahannya adalah di Sombaopu. Sultan Hasanuddin lahir di Makassar pada 11 januari 1631, dia merupakan putera dari Sultan Malik Asy-Said, Raja Gowa ke- 15. Nama lengkap Hasanuddin adalah I Mallombasi Muhammad Bakir Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangepe. Gelar Hasanuddin adalah Tumenanga Ri Balla Pangkana, hanya saja lebih dikenal dengan sultan Hasanuddin saja.
Semangat jihad yang telah tertanam didalam jiwanya sejak masih kanak-kanak kelak membuatnya menjadi pemimpin yang sangat berani, tegas dan mencintai kesyahidan. Hal ini terbukti saat memimpin rakyatnya melawan penjajah VOC sehingga Belanda sendiri menyebut beliau sebagai De Haantjes van Het Oosten, yang memiliki arti “Ayam Jantan Dari Timur”.
Sepeninggal ayahnya, Hasanuddin menjadi raja Gowa ke-16. Saat itu VOC tengah giat berusaha menguasai perdagangan rempah-rempah. Upaya ini mendapat tentangan dari kerajaan-kerajaan di seluruh Nusantara, tak terkecuali kerajaan Gowa yang juga menguasai jalur perdagangan di wilayah Timur Indonesia.
Tahun 1666, Laksamana Cornelis Speelman memimpin satu armada kapal perang untuk menundukan kerajaan-kerajaan kecil di Sulawesi. Namun menundukan Gowa ternyata sangat sulit. Bahkan kerajaan Islam ini berusaha mempersatukan kerajaan-kerajaan kecil di Indonesia bagian timur untuk melawannya. Pertempuranpun tak bisa dihindarkan. VOC sempat kewalahan dan meminta bantuan armada perang dari Batavia. Kekuatan pun menjadi tidak imbang. Akhirnya Gowa terdesak dan melemah hingga pada 18 November 1667, Gowa bersedia mengadakan Perdamaian Bungaya di Bungaya.
Perjanjian ini tidak bertahan lama disebabkan Belanda berkhianat. Hasanuddin mengobarkan api jihad kembali. VOC kembali kewalahan menghadapi serbuan Mujahidin Gowa yang dipimpin Sultan Hasanuddin. Batavia segera mengirim kembali armada dan pasukan perang ke Sulawesi Selatan untuk membantu angkatan perang yang ada di sana. Pertempuran berjalan dengan sengit.
Tak lama kemudian seiring dengan datangnya bantuan dari Batavia, VOC akhirnya mampu menerobos benteng Sombaopu, benteng terkuat kerajaan Gowa pada 12 Juni 1669. Sultan Hasanuddin pun Gugur.
Perlawanan Untung Suropati dari daerah Banten
Untung Suropati merupakan putera Bali yang menjadi prajurit VOC di Batavia. Ketika Untung Suropati mendapat tugas untuk memadamkan perlawanan rakyat Banten, ia berhasil menangkap Pangeran Purbaya. Meskipun Untung Suropati telah menangkap Pangeran Purbaya, ia tidak tega untuk membunuh Purbaya sehingga dituduh sebagai pengecut oleh sesama opsir Belanda.
Antara tahun 1686 sampai 1706, Untung Suropati dan kawan-kawannya menyingkir ke Mataram dan bekerja sama dengan Sunan Mas atau Amangkurat III untuk melakukan perlawanan terhadap kompeni Belanda (VOC) dan membangun pertahanan yang berpusat di Pasuruan (Jawa Timur) dan dinobatkan menjadi Adipati dengan gelar Aria Wiranegara. Wilayah kekuasaan Untung Suropati meliputi Blambangan, Pasuruan, Probolinggo, Bangil, Malang, dan Kediri.
Pada tahun 1705, kompeni Belanda secara sepihak mengangkat Pangeran Puger sebagai Sunan Pakubuwana I untuk menggantikan Amangkurat III atau Sunan Mas. Pada saat Sunan Mas diturunkan oleh kompeni Belanda, ia bergabung dengan Untung Suropati.
Pada tahun 1706, wilayah pertahanan Untung Suropati diserbu oleh kompeni Belanda. Ketika pertempuran sengit terjadi, Untung Suropati gugur di Bangil dan Amangkurat III atau Sunan Mas tertangkap, kemudian diasingkan ke Sri Lanka.